Selasa, 18 Oktober 2011

RANCANGAN SISTEM NAVIGASI UAV

Oleh:
Sunar*
Abstrak

Penelitian dan pengembangan sistem UAV (Unmanned Aerial Vehicle) sangat luas jika dibreakdown ke bagian-bagian yang lebih spesifik, misalnya bisa ada yang fokus menangani Space Craft (air frame) UAV, Link Communication, Control & Navigation, Payload & Power Management, dan GCS (Ground Control Station). Tulisan ini akan menguraikan Control & Navigation UAV. Penjelasan berupa rancangan sistem Navigasi uav yang terdiri dari sensor IMU, sensor XYZ horizon, GPS, sistem aktuator dan mekanik, komunikasi RC (Radio Control) dan system telemetri.

Abstract
Development of UAV is very larges if be breakdown to the specific part, for example, there are could be a focus on Space Craft ( air frame) UAV, Link Communication, Control&Navigation, Payload & Power Management, and GCS (Ground Control Station). The author will describe parts of its, namely the Control & Navigation. This paper presented the preliminary design of navigation system that consists of IMU sensors, XYZ horizon sensor, GPS, actuators and mechanical systems, RC (Radio Control) communications and telemetry system.

Keywords: UAV Navigation, IMU, actuator systems, RC (Radio Control)

1. PENDAHULUAN
Penelitian dan pengembangan sistem instrumentasi payload UAV yang dilakukan LAPAN meliputi sistem Space Craft (air frame) uav, Communication, Control & Navigation, Payload & Power Management, dan GCS (Ground Control Station). Dalam paper ini akan dibahas bagian Control & Navigation. Pembahasan masih bersifat global karena masih berupa perancangan awal yang masih memerlukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut agar didapatkan perancangan lebih detail.
2. SISTEM NAVIGASI
2.1. Dasar Navigasi
Sebelum membahas teori detail mengenai navigasi perhatikan peta dasar navigasi (gambar 2.1).
Gambar 2.1 Peta dasar Navigasi

Local Level Plane digambarkan sebagai posisi pesawat UAV di atas permukaan bumi (earth). Dari Gambar 2.1 di atas terlihat jika diinginkan membaca parameter-parameter navigasi yang berpengrauh tentu saja memerlukan berbagai jenis sensor. Sensor-sensor yang digunakan pada sistem navigasi ini diantaranya adalah GPS (posisi koordinat 3 dimensi), sensor altimeter (ketinggian) bisa mengambil data ketinggian dari GPS, sensor accelerometer (sensor percepatan), dan sensor gyroscope (sensor kecepatan sudut). Sensorsensor
tersebut dapat digunakan untuk mengukur parameter dinamik UAV saat terbang. Kombinasi sensor accelerometer 3 aksis dan gyroscope 3 aksis menjadi sensor dinamik yang secara umum disebut sensor Inertial Measurement Unit yang disingkat IMU (widada,2003).
Sensor utama dari sistem flight control pada UAV akan menggunakan sensor Inertial Measurements Unit (IMU) yang bekerja mandiri (standalone) karena didesain sudah memiliki processor sendiri yang menghasilkan 6 macam keluaran berupa percepatan a sumbu x,y dan z (ax,ay,az) serta kecepatan sudut () sumbu x,y dan z (x , y , z). Pada penelitian ini sistem navigasi menggunakan sensor IMU dan akan dicoba digabungkan dengan sistem navigasi Global Position System (GPS) dan sensor XYZ horizon yang diolah oleh prosesor berkecepatan tinggi (ATmega 328, Kristal 16 MHz) sebagai otak navigasi yang disebut Inertial Navigation System (INS). Sensor-sensor pada system INS ini dibutuhkan untuk guidance, navigation, and control (GNC) gerak UAV di udara (skema sistem gambar 2.3). Sensor dinamik IMU maupun prosesor navigasi INS pada umumnya dikembangkan untuk teknologi dan penelitian pada bidang aeromeodeling dan robotika, sehingga cocok untuk dikembangkan di bidang UAV guna mempelajari, memahami dan karakterisasi gerak dinamika UAV.

2.2. Inertia Navigation System (INS) UAV
2.2.1 Konsep Dasar INS
Prinsip kerja pengukuran orientasi dan posisi benda bergerak dengan hanya menggunakan sensor accelerometer dan gyroscope telah ditemukan dalam bidang ilmu Inertial Navigation System (INS). System navigasi awalnya dibangun dengan platform system gimbal yang stabil terhadap referensi body frame menggunakan gyro untuk mengendalikan motor gimbal dalam system close loop. System memanfaatkan accelerometer yang kemudian diintegralkan 2 kali (double integral) untuk mendapatkan update posisi pada masing-masing arah (sumbu x,y dan z).

Umumnya system ini disebut strapdown INS, yang mengeliminasi mekanik gimbal dan mengukur orientasi pesawat UAV dengan mengintegrasikan kecepatan sudut dari 3 sensor gyroscope diturunkan (strapped down) terhadap body frame UAV. Untuk mendapatkan posisi, diturunkan hasil pengukuran accelerometer 3
axis (ab) dari gerak body frame UAV dan mengukur total vector percepatan body frame (b ) terhadap referensi inertial navigasi (n). Vector percepatan ini dapat dikonversi dari koordinat body terhadap koordinat bumi menggunakan orientasi hasil pengukuran langsung gyroscope pada body. Posisi (Sn) kemudian diperoleh dari memasukkan efek gravitasi (g) bumi dari percepatan terukur dan kemudian dilakukan double integral dimulai dari posisi inisial (start position). Ilustrasi penjelasan ini diperlihatkan dalam gambar 2.2.

 Sedangkan system Inertia Navigasi yang dirancang berdasarkan skema seperti gambar 2.3. Dari Gambar 2.3 di atas, parameter masukkan sistem navigasi berasal dari data IMU,GPS dan sensor horizon XYZ. Data GPS
dan sensor horizon XYZ digunakan sebagai data referensi untuk koreksi error pembacaan data IMU sehingga didapatkan data INS yang sudah terkoreksi (valid). Diperlukan algoritma tersendiri untuk memperoleh data INS yang valid dan akurat berbasis GPS (dibahas pada tulisan tersendiri).
Masukan pada INS merupakan hasil keluaran dari IMU (posisi Sx(t), Sy(t), dan Sz(t)) dan rotasi ((t),(t),dan(t) ) yang sudah dalam bentuk digital. Kemudian GPS/INS akan menghasilkan keluaran berupa posisi, percepatan dan perilaku (attitude). Hasil keluaran pada INS ini nantinya dapat digunakan sebagai feedback pada sistem kontrol, artinya jika keluaran pada INS tidak sesuai dengan yang diinginkan dengan arah gerak UAV, maka sistem kontrol (flight control) akan menggerakkan actuator pada UAV sehingga akhirnya arah gerak UAV akan menjadi sesuai dengan yang dinginkan (Gambar 2.3).
2.2.2. Loop Navigasi (Navigation Loop)
Loop navigasi memainkan peran kunci dalam sistem navigasi pesawat UAV. Output navigasi digunakan untuk memandu (guidance) dan control serta mempengaruhi kinerja terhadap target dan tugas surveillance (jika memiliki misi surveillance). Dengan demikian harus membuat sinkronisasi waktu yang tepat dengan node sensor-sensor lain (dalam rancangan ini sensor GPS dan Horizon XYZ).
Inti dari loop navigasi adalah strapdown INS dan filter Kalman. Strapdown INS memberikan posisi, kecepatan dan sikap kontinyu dan handal dengan kecepatan cukup tinggi. Filter Kalman memperkirakan kesalahan navigasi melalui pencampuran pengamatan GPS atau data horizon XYZ sensor sebagai data referensi dan back-up.
Mekanisasi penurunan parameterparameter pada INS terhadap referensi sumbu bumi dapat digambarkan seperti gambar 2.4. INS menghitung posisi, kecepatan kendaraan dan sikap terhadap kerangka referensi dengan cara integrasi numerik dari percepatan dan kecepatan sudut. Dalam skema mekanisasi, kerangka acuan diasumsikan sebagai kerangka inersia non-rotating. Waktu misi penerbangan pendek dan GPS dapat melakukan koreksi dengan asumsi berlaku tanpa mengalami degradasi kinerja yang signifikan di sebagian besar jalur trayektori pesawat UAV. Jika INS harus melakukan misi jarak jauh (longrange) tanpa koreksi GPS, INS akan memerlukan skema mekanisasi lebih tepat untuk menghapus kesalahan secara sistematis seperti efek rotasi dan gaya Coriolis[10] (gaya efek dari rotasi bumi). Dalam mekanisasi ini menggunakan acuan bumi fix (earthfixed), gaya Coriolis dan kecepatan transportasi bumi tidak dihitung. Output navigasi dalam format koordinat BMG(Map Grid Australia) bukan Koordinat WGS-84[9] yang cocok untuk menyatakan pergerakan kendaraan UAV dan pengamatan relatif antara target dengan beberapa UAV.
Keterangan: Pos :posisi, Vel:kecepatan, Eul:kecepatan sudut menggunakan transformasi Euler

Extended Filter Kalman merupkan predictif filter yang dapat mengestimasi posisi dan attitude pergerakan benda dan merupakan jantung dari sistem navigasi. Dalam penggunaan sistem low cost IMU seperti yang digunakan dalam perancangan ini, kesalahan pembacaan sensor seperti bias, factor skala dan random walk noise mendominasi penyebab kesalahan pembacaan INS. Kesalahan ini biasanya merupakan pengaruh dinamika UAV dan telah berhasil dimodelkan agar mudah dianalisa dan diatasi. Dalam perancangan ini menggunakan model kesalahan INS terhadap acuan fix earth.
Gambar 2.5 menunjukkan mekanisasi INS dengan menggunakan Extended Filter Kalman. Error pengukuran oleh INS yang memiliki frekuensi dinamik rendah, dapat difilter dengan kecepatan sampel relatif rendah dengan prioritas lebih rendah. Error pengukuran akibat noise biasanya memiliki frekuensi tinggi dan dapat dimodelkan sebagai white model (atau broadband white). Filter Kalman menekan noise frekuensi tinggi ini dan mengestimasi kesalahan INS dengan low pass filter natural.

3. METODOLOGI
Perancangan dan implementasi Navigasi uav dilakukan dengan cara mempelajari dan mentabulasi kebutuhan sistem navigasi kemudian dibuat blok diagram sistem yang dilanjutkan breakdown ke hardware elektronik terintegrasi pada PCB yang memenuhi kebutuhan rancangan dalam bentuk prototype. Setelah terwujud prototype atau tersedia modul prototype yang sesuai kebutuhan, maka dilakukan pengujian dan analisa data pengujian. Dalam paper ini pengujian masih dalam skala laboratorium.
3.1 Setup hardware
Dipilih board yang memenuhi kebutuhan yaitu Board ArduPilot yang telah dilengkapi semua komponen surface-mount (SMD) sudah disolder dan firmware pada chip. Board ini bersifat open source hardware dan software sehingga dapat dikembangkan sendiri lebih lanjut. Harus dilengkapi dengan menyolder beberapa konektor ke board dan memuat (loading) perangkat lunak autopilot (jika menginginkan mode autopilot). Diperlukan kabel FTDI untuk loading perangkat lunak. Dibutuhkan pula Kit Shield board ekspansi yang dilengkapi dengan sensor kecepatan. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menyolder konektor. Memotong konektor header sesuai jumlah pin yang digunakan yaitu 3-pin,10 pin, 8 pin dan 6 pin kemudian
menyolder pada board. Pada board bagian bawah, menyolder strip kabel pendek terbungkus (shield) diantara pin yang nantinya untuk menghubungkan throttle (gambar 3).
Selanjutnya mengatur board shield, tampak tiga strip konektor perempuan (female) (gambar 4 (b)), laki-laki (male), dan tombol reset (gambar 3.2).


Dan menambahkan satu pin (ditunjukkan gambar 3.3) untuk memberikan power radio telemetri nirkabel.

Jika ingin Ground Station dapat merekam sisa daya baterai, harus mensolder kabel dari shield (pin A5) ke terminal positif baterai. Gambar 3.6 menampilkan bagaimana pemasangan kabel untuk pengukuran tegangan:

Selanjutnya saatnya untuk menghubungkan semua peralatan RC dan sensor. Direkomendasikan dilengkapi XYZ DIY sensor (jika ingin menggunakan XYZ sensor stabilization sensor) . Memasang RC receiver ke INPUT ArduPilot dengan kabel female-tofemale (alternatifnya, dapat memotong kabel tersebut menjadi dua dan menyolder ke ArduPilot dalam lubang PCB secara permanen, seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.6). Baik kabel dari RC receiver dan kabel output untuk servo harus memiliki kabel hitam (ground). Input 1 harus disambung ke receiver - Channel 1(aileron), Masukan 2 harus disambung ke Channel 2 (lift) dan Input 3 harus disambung ke Channel 3 (throttle). CTRL harus disambung ke saluran yang akan digunakan untuk mengaktifkan autopilot, biasanya 5 atau 6. Jika memiliki posisi tiga toggle pada RC transmitter (pemancar), dapat menggunakan channel tersebut .
          Motor-motor servo disambung ke sisi output ArduPilot. Jika pesawat uav memiliki tiga channel maka menghubungkan servo rudder ke Out 1; atau jika pesawat menggunakan ailerons, menghubungkannya ke Out 1. Servo elevator harus dihubungkan ke Out 2, seperti yang ditunjukkan gambar 3.7. ESC / throttle disambung ke Out 3. (Out 4 saat ini tidak digunakan). UAV Inwagan LAPAN support terhadap board ini.
Menggunakan kabel sensor yang tersedia pada kit shield, sambungkan satu saluran yg berisi empat kabel ke sensor XY dan yang berisi tiga ke Z sensor. Berikut adalah diagram konfigurasi wiring ardupilot untuk sistem navigasi (gambar 3.7):

3.2 Setup software

Tahap berikutnya saatnya untuk memuat perangkat lunak ( software). Download dan menginstal versi terbaru software belum memilikinya. Mengaktifkan power di board dengan cara menghubungkannya ESC ke baterai atau menggunakan beberapa sumber daya 5v lain (tidak boleh mencoba power hanya dengan kabel FTDI dari USB computer). Tidak disambung pin power pada port prosesor FTDI untuk menghindari power konflik ketika board ini support menggunakan serial FTDI sebagai monitor.
Power LED harus menyala merah sebagai tanda aktif. Kemudian memasang FTDI ke menghubungkan ke port USB komputer.

3.3 Pengujian
Konfigurasi pengujian sesuai pada gambar 3.7. Jika menggunakan ArduPilot pada pesawat yang berbeda, bisa [airframe].H untuk masing Pastikan bahwa mengedit memanggil file header yang tepat ketika meng upload kode. Pada pengujian ini menggunakan file header “easystar_25.h mengedit source code Sementara itu, folder kode akan terlihat seperti (gambar 3.9 (b)):
Selanjutnya, dengan IDE Arduino, me-loading "sketchfile" Ardupilot_25_04, yang akan memanggil ArduPilot_akan memuat seluruh file dalam tab akan terlihat seperti gambar 2.10
Dalam perangkat lunak Arduino dalam menu "Tools" pastikan telah memilih port serial yang tepat (FTDI kabel yang akan membuat port baru, yang mungkin port 5 atau port lainnya yang lebih tinggi). Juga memastikan bahwa board yang dipilih adalah "Arduino Duemilanove w/ATmega328" karena menggunakan board yang lebih baru berbasis 328. Pada posisi ini harus mencabut modul GPS jika terpasang karena kode Arduino tidak akan memuat jika terpasang modul GPS, karena GPS memiliki port serial yang sama. Setelah
meng-upload kode, bisa memasang modul GPS kembali. Harap diingat di proses selanjutnya ketika meng-upload kode: harus mencabut GPS dahulu. Kemudian klik tombol "Upload to I/O board" icon (panah kecil menunjuk ke kanan). Tidak ada yang terjadi selama sekitar 30 detik sebagai kode kompilasi, maka LED
indicator power ArduPilot akan sementara mereset board dan mendownload kode. (Jika menggunakan board Sparkfun FTDI 3.3V, akan terlihat pada board LED merah flash beberapa kali dan diam sekitar sepuluh detik sebagai tanda source code akan didownload). Dalam waktu kurang dari satu menit, di bagian bawah IDE Arduino perangkat lunak harus melaporkan bahwa program telah berhasil diupload dengan pesan "Done uploading".
Sekarang dapat mencabut kabel FTDI dan re-connect modul GPS dan menghubungkan semua sensor, RC receiver serta servo untuk melihat respon output bahwa source code yang ditanam ke processor bekerja sesuai rancangan. Jika sudah bekerja dengan baik sistem navigasi siap diintegrasikan ke dalam pesawat uav.

4. HASIL DAN ANALISA
Berdasarkan konfigurasi pengujian dan dari foto pengujian gambar 4.1, didapatkan beberapa data hasil pengujian. Data diambil perbagian yaitu bagian RC receiver, sensor GPS, sensor XYZ, servo (rudder/eleron, elevator dan throttle), dan ESC (Electric Speed Controller). Masing-masing bagian dikendalikan oleh algoritma berupa source code yang ditanamkan ke processor. Hasil pengujian ditampilkan dalam table 1 dan gambar 4.2.
Agar lebih menarik dan interaktif streaming data hasil pengujian diplot pada software grafis di bagian ground segment – Ground Control Station (GCS) ditunjukkan pada gambar 4.3.
Interface GCS dibangun menggunakan software Labview dilengkapi dengan Runtime Engine yang bisa digunakan untuk mengakses software Google Earth agar dapat memplot posisi secara visual pada permukaan bumi. Jika sistem navigasi dibawa uav maka posisinya bisa ditampilkan pada peta dengan baik, terlihat posisi saat pengujian di kantor LAPAN, Rumpin pada koordinat Latitude -6.374450o dan Longitude 106.627922o.

5. KESIMPULAN
Telah berhasil diujicoba skala laboratorium sistem navigasi uav uav. Secara fungsional semua subsistem telah bekerja dengan baik sesuai harapan. Data-data penting yang diperoleh dari pengujian adalah:
a. GPS mendapatkan data valid (lock) sekitar 15-20 menit kemudian setelah sistem on, jika ingin lebih cepat direkomendasikan diuji di outdoor, meskipun demikian tidak selalu bisa ditetapkan lama waktu mencapai lock karena kondisi cuaca juga berpengaruh.
b. Sensor XY bekerja dengan range 300 s/d 700 (decimal), titik tengah 511 (kondisi mendatar), sedangkan sensor Z sebagai kendali rolling agar pesawat uav tidak diizinkan rolling sampai melebihi 45o untuk stabilisasi leveling (agar uav selalu dalam kondisi mendatar).
c. RC transmitter dan RC receiver bekerja dengan baik sehingga dapat mengendalikan servo (rudder/eileron), elevator dan ESC (Electric Speed Controller). Dalam pengujian RC receiver hanya 2 channel (untuk rudder dan elevator), direkomendasikan menggunakan radio minimal 4 channel agar bisa ujicoba sistem secara lengkap secara bersamaan.

Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi dengan mendalami tingkat akurasi sistem perlu dilanjutkan dengan integrasi ke pesawat uav dan diuji coba terbang di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA
 Cariolis Force, http://ww2010.atmos.uiuc.edu/%28Gh%29/guides/mtr/fw/crls.rxml
 Datasheet MMA7260Q , ±1.5g - 6g Three Axis Low-g Micromachined Accelerometer, Freescale Semiconductor, Inc., 2005
 Datasheet LISY300AL TM, MEMS inertial sensor: single-axis ± 300°/s analog
 Eric Foxlin, Michael Harrington and Yury Altshuler, Miniature 6-DOF inertial
 Field Robotics, University of Sydney, NSW 2006, Australia
 Guidance, and Control of a UAV using Low-cost Sensors, Australian Centre
 http://en.wikipedia.org/wiki/World_Geodetic_System
 Jong-Hyuk Kim, Stuart Wishart and Salah Sukkarieh, Real-time Navigation,
 KC Wong, DM Newman, et. all, Maturing UAV apabilities -Stepping from Technology Demonstrators to Mission-Specific Systems,University of Sydney, AUSTRALIA,2006
 L. Doitsidis, K. P. Valavanis, N. C.Tsourveloudis, M. Kontitsis, A Framework for Fuzzy Logic Based UAV Navigation and Control, International Conference on Robotics & Automation, New Orleans, LA , April 2004
 output yaw rate gyroscope, www.st.com
 system for tracking HMDs, AeroSense 98,Orlando, FL, April 13-14, 1998
 Wiryadinata R., dan W. Widada, Error Correction of Rate-Gyroscope Calibration For Inertial Navigation System Algorithm, SNATI, Yogjakarta, 2008
 25 Nations for an Aerospace Breakthrough, European Civil Unmanned Air Vehicle Roadmap Volume 1- Overview, 2005.

diterbitkan di: Prosiding Siptekgan XIV-2010, 03-03: 303-312

Kamis, 06 Oktober 2011

prospek-pasar-uav-yang-kuat

DESIGN REQUIREMENT SISTEM UAV

PERSYARATAN DAN PERTIMBANGAN (DESIGN REQUIREMENT) SISTEM UAV 
 Design requirement sistem uav sangat dibutuhkan agar penelitian lebih terarah sesuai dengan tujuan rancangan. Suatu rencana kegiatan semua bermula dari persyaratan kebutuhan dan tujuan kegiatan tersebut dibuat.
DRO sistem uav dibuat dalam format technical note yang dijabarkan secara umum untuk menjadi rambu-rambu dalam pengerjaan desain berikutnya.
DRO berisi bagian-bagian berikut:
  1. Pendahuluan
  2. Sub sistem
  3. Persyaratan umum sistem uav dan rekomendasi
  4. Kesimpulan
  5. Referensi

I. PENDAHULUAN
Telah terjadi  peningkatan tuntutan di dunia modern untuk menggunakan sistem UAV sebagai alat Intelligence, Reconnaissance, surveillance dan sistem akuisisi target sasaran. Meskipun persyaratan UAV berubah berdasarkan misi yang dilakukan, harapan yang diinginkan umumnya sama untuk setiap jenis uav. Efektivitas biaya, kehandalan,  mudah perawatan,  kegunaan dan ketersediaan operasional adalah beberapa persyaratan sistem yang harus dimiliki. Selain itu, semua sistem UAV juga harus memenuhi persyaratan dasar tertentu, seperti diuraikan di bawah ini:
·         Melakukan pengawasan dan misi pengintai yang efisien untuk angkatan bersenjata.
·         Operasi siang dan malam hari hari
·         Operasi dalam berbagai kondisi cuaca
·         Operasi di berbagai ketinggian
·         Operasi pada Beyond Line-of-Sight (BLOS)
·         Operasi Real-time
·         Kemampuan multi-misi dan sebagainya
Persyaratan ini membantu untuk menentukan spesifikasi sistem UAV pada parameter kinerja
subsistem  berikut:
·         Wahana terbang (airframe uav)
·         Stasiun Kendali di Bumi (Ground Control Station)
·         Muatan  (payload)
·         Komunikasi data (Data-link )
·         Peralatan pendukung lainnya
Parameter kinerja secara erat saling berkaitan dari sub sistem yang disebutkan di atas. Pada tahap awal definisi rancangan dan persyaratan program yang direncanakan selalu melampaui kemajuan teknologi yang ada. Namun definisi rancangan biaya-kinerja sistem secara optimal dapat dicapai dengan studi desain, menentukan konsep operasional dan kemampuan teknologi yang ada sebagai parameter yang dipertimbangkan.
Persyaratan dan spesifikasi sistem untuk setiap subsistem dibahas di tulisan ini. Setelah diuraikan subsistem tersebut, kemudian diestimasi isu-isu umum seperti keandalan, ketersediaan, kemampuan pemeliharaan, mobilitas: transportability, deployability, keberlanjutan, kondisi ingkungan, ketahanan hidup (surviveability): keamanan, pertukaran dan aspek modularitas sistem UAV.




2. Subsistem
2.1 Air frame/Aerial Vehicle
(Wahana Terbang)
a. Jangkauan (Range) didefinisikan sebagai jarak maksimum UAV dapat melakukan perjalanan sepanjang jarak dari titik awal yang tentu saja dengan membawa payload  untuk melaksanakan misi tertentu, dan kembali lagi tanpa pengisian bahan bakar dengan mempertimbangkan semua faktor keselamatan. Jarak operasi ini secara langsung tergantung pada tingkat unit militer (jika digunakan keperluan militer) yang akan  mengoperasikan  sistem dan idealnya mencakup area operasi yang diinginkan.
b. Daya tahan operasi terbang (Endurance) merupakan parameter penting yang mendefinisikan cakupan air frame pada kecepatan operasi tertentu, ketinggian tertentu dan dapat dilihat menggunakan sensor-sensor yang sesuai. Endurance terutama tergantung pada desain aerodinamik air frame dan jumlah bahan bakar yang digunakan. Meningkatkan kapasitas bahan bakar biasanya merupakan masalah jika ruang dan berat bahan bakar yang diizinkan terbatas. Desain aerodynamic untuk sistem yang mempunyai daya tahan tinggi biasanya menghasilkan konfigurasi jenis glider. Total daya tahan mencakup total waktu dari take-off sampai mendarat. Parameter ini ditentukan berdasarkan durasi misi yang diinginkan user untuk armada udara dengan arah yang telah ditentukan. Sebuah sistem berdaya tahan tinggi biasanya tidak memiliki penerbangan tinggi atau kecepatan terbang yang tinggi  yang kemungkinan bisa menghabiskan banyak waktu saat menjauh (cruise-out), mendekat (cruise-back) dan fase persiapan landing, terutama ketika radius penerbangan jauh.
c. Typical ketinggian terbang dapat didefinisikan sebagai ketinggian di mana kinerja payload (misalnya kualitas gambar) dan cakupan pancaran dapat diperoleh dengan mode operasi yang diinginkan (melalui data link atau recording otomatis). Altitude yang lebih tinggi  dapat area cakupan lebih luas, lebih survive dan bisa line-of-sight untuk operasi data link. Namun, ada beberapa keterbatasan untuk mencapai ketinggian operasi yang tinggi. Selain  dari keterbatasan teknis payload, ketinggian yang lebih tinggi memerlukan penggunaan mesin piston khusus, atau bahkan mesin turbin. Mesin turbin memiliki rasio power-to-weight yang lebih tinggi dan konsumsi bahan bakar khusus yang lebih rendah, tetapi biaya yang digunakan biasanya 3 - 4 kali lipat dari mesin piston yang sebanding.
Ketinggian operasional juga tergantung pada keterbatasan kontrol traffic udara. Ini tidak boleh dilupakan bahwa air frame tak berawak (uav) adalah benda berbahaya bagi
air frame berawak (manned vehicle) di langit. Oleh karena itu parameter kontrol lalulintas (traffic) udara ini harus dipertimbangkan.
d. Ketinggian maksimum (maximum altitude) adalah penting terutama jika operasi terbang di daerah banyak pegunungan. Keterbatasan yang sama untuk ketinggian operasi juga berlaku untuk  ketinggian maksimum. Satu  ertimbangan penting bagi ketinggian maksimum adalah layanan ketinggian, artinya kecepatan menanjak 100-feet/min dan bukan ketinggian mutlak yang butuh waktu lama untuk mencapainya.
e. Terbang dan kecepatan maksimum (The Cruise and Maximum Speed) tergantung pada kekuatan mesin dan desain aerodinamis air frame. Sebagaimana disebutkan sebelumnya di atas bahwa kebutuhan daya tahan tinggi  berbanding terbalik (bertentangan) dengan kebutuhan kecepatan tinggi karena desain ketahanan tinggi biasanya memiliki mesin kecil yang efisien (dibandingkan dengan ukurannya) dan sayap besar dengan drag tinggi.  Persyaratan kecepatan terbang (cruise) tergantung oleh lama waktu misi.
f. Kecepatan menjelajah (Loiter Speed) biasanya kecepatan optimal selama endurance dan seberapa lambat.  Kecepatan menjelajah secara langsung mempengaruhi cakupan area payload.
g. Kecepatan menanjak (Climb Rate) adalah terkait dengan performa kecepatan dan ketinggian air frame. Ini adalah parameter operasional penting terutama ketika jarak dekat dan / atau curam. Climb rate tinggi juga meningkatkan survivability air frame.
 2.2 Ground Control Station
Ground Control Station (GCS) adalah pusat kendali operasional dari seluruh sistem UAV (Gambar 2). Bagian ini mengontrol peluncuran, penerbangan dan pemulihan air frame, menerima dan memproses data dari muatan (payload), mengontrol operasi payload (sering secara real time) dan menyediakan antarmuka antara sistem UAV dengan dunia luar.
Beberapa fungsi yang diharapkan dari sebuah GCS dapat digambarkan sebagai berikut:
 2.2.1 Umum
GCS seharusnya:
a.       Menyediakan sebuah arsitektur sistem terbuka sehingga dapat mendukung kebutuhan masa depan, seperti sistem ekspansi di masa depan, arsitektur sistem harus mendukung tanpa restrukturisasi GCS secara total.
b.       terukur sehingga dapat digunakan dalam platform yang berbeda (kendaraan darat, udara, kapal laut).
c.        modular sehingga atribut sistem dapat diubah dengan perubahan fisik modul.
d.       fleksibel sehingga user dan persyaratan misi bisa bervariasi, atribut-atribut sistem dapat dengan mudah diubah.
e.        Mampu melaksanakan pemeliharaan perangkat lunak (software) dan menampilkan hasil status yang sesuai.
f.        Telah dirancang ergonomis  dan terdapat display.
g.        Mampu beroperasi dalam kondisi lingkungan tertentu.
h.       Mudah digunakan dan diangkut.
2.2.2  Perencanaan, Pengendalian dan  Pemantauan Misi
GCS seharusnya:
a.       Memiliki fungsi yang memungkinkan operator untuk menentukan dan merencanakan misi UAV.
b.       Diizinkan misi dinamis dan tes ulang payload setelah semua tahap pelaksanaan misi telah dikerjakan.
c.        Menyediakan fungsi yang diperlukan untuk meng-upload rencana rute penerbangan dan rencana payload ke UAV melalui sistem data link yang berkoneksi langsung dengan bagian ground control station.
d.       secara otomatis memeriksa validitas dari rencana misi yang dijalankan sebelum di-upload meliputi batasan ketinggian, batasan payload, berbagai keterbatasan data link, pembatasan wilayah udara, keterbatasan bahan bakar, ancaman kendala yang akan dihadapi, efek masking daerah link data (blank link data), dan maksimum loss kontak rencana link.
e.        memiliki kemampuan untuk mengontrol dan memonitor air frame atau AV (Aerial Vehicle), payload data link, dan terkoneksi selama pelaksanaan sebuah misi.
f.        memiliki kemampuan untuk mengendalikan dan memantau beberapa UAV (multi UAV).
g.        meloloskan kontrol dari UAV ke GCS lain dan mampu mengambil alih sebuah UAV dari GCS lain
h.       melaksanakan rencana tindakan darurat (emergency) untuk mengendalikan AV selama peralatan gagal operasi (failure).
i.         memantau payload dan data telemetri secara real-time dan mencatat semua data untuk meninjau dan pengolahan data selanjutnya.
j.         menerima, memproses, menampilkan dan mengeksploitasi output data payload
k.       menampilkan pada monitor yang sama data yang berasal lebih dari satu payload secara bersamaan.
 2.2.3 Sistem Antarmuka
GCS seharusnya
a.       menyediakan interface dengan berbagai expand system untuk memenuhi persyaratan operasional.
b.       mengelola semua aspek sistem antarmuka expand system untuk pengolahan termasuk menerima dan mengirimkan informasi taktis.
 2.2.4 Keselamatan dan Keamanan ( Safety and Scurity)
GCS seharusnya:
a.       memiliki perhatian dan peringatan jika sistem UAV masuk ke mode operasi yang tidak aman.
b.       menyediakan informasi yang diperlukan agar memungkinkan operator dapat menjaga pemisahan jarak yang aman dari pesawat lainnya (berawak atau tak berawak).
c.        mampu mengembalikan power dalam waktu yang cukup untuk menghindari hilangnya kontrol UAV selama power padam (outage-di luar jangkauan).
d.       didesain untuk melindungi komunikasi dan data link terhadap ancaman Electronic Warfare (EW) dan kerusakan fisik.
 2.3 Muatan (payload)
Istilah “payload” merujuk pada peralatan yang akan ditambahkan ke UAV untuk tujuan melakukan beberapa misi operasi (Gambar 2). Ini tidak termasuk avionik penerbangan (peralatan navigasi), Data-link dan bahan bakar.
Menggunakan definisi ini, kapasitas payload UAV adalah besarnya ukuran, berat dan gaya yang tersedia untuk melakukan fungsi di atas kemampuan dasar untuk  take-off, terbang dan mendarat.
Jenis payload yang dibawa oleh air frame ditentukan oleh persyaratan misi yang berbeda-beda oleh user. Payload reconnaissance (pengintaian) adalah yang paling umum digunakan oleh sistem UAV dan prioritas tertinggi bagi sebagian besar user di bidang militer. Teknologi utama  misi payload pengintaian adalah Electro-Optik (EO), Inframerah (Infra red)  dan Synthetic Aperture Radar (SAP). Kunci isu  terkait dengan teknologi ini adalah; memiliki resolusi cukup  untuk melihat jarak jauh dan pada saat yang sama dapat meng-cover daerah yang cukup luas, dan memiliki payload yang kecil, ringan, konsumsi daya rendah dan harga (biaya) yang terjangkau, sehingga UAV dapat membawanya untuk jangka waktu cukup lama yang pada akhirnya dapat memuaskan kebutuhan user. Selain itu, dapat dikolaborasikan dengan sensor lainnya, seperti range finder’s (sistem tracking)  dan sistem navigasi UAV, payload dapat digunakan untuk menentukan lokasi target dengan tingkat kepresisian yang tergantung pada penggunaan informasi yang akan dituju.
Untuk user dan perancang sistem UAV, menentukan payload optimal untuk persyaratan sebuah misi merupakan pertimbangan primer yang penting. Keuntungan dari pemilihan jenis sensor yang berpotensi untuk memenuhi berbagai tujuan misi harus dikaji.  Harus dipertimbangkan pesatnya perkembangan teknologi di bidang sensor dan pengolahan sinyal yang probabilitasnya besar sebagai solusi baru terhadap masalah payload ini. Beberapa misi mengharuskan untuk menempatkan dan mengendalikan lebih dari satu payload pada saat yang sama.
Apapun persyaratan operasional payload, titik penting lainnya adalah memiliki sistem modular payload. Dengan kata lain, misi payload yang berbeda-beda seperti pengintai, Electronic Warfare (EW), deteksi sumber alam tambang, meteorologi dan lain-lain harus mudah terpasang dalam AV (air frame) tanpa modifikasi software dan hardware. Setelah data payload dalam GCS tidak cukup disimpan di memori sendiri, perlu melakukan evaluasi data dan juga harus disebarluaskan ke saluran unit aktif secara real time melalui jaringan komputer.
2.4 Data-link
Data-link adalah subsistem utama bagi sistem UAV. Data link menyediakan komunikasi dua arah, baik atas permintaan atau secara terus-menerus. Up-link menyediakan jalur kendali  penerbangan air frame dan perintah untuk payload tersebut. Downlink menyediakan data kecepatan rendah untuk menyalurkan data jawaban perintah dan mengirimkan informasi status tentang air frame serta saluran data kecepatan tinggi untuk data payload seperti video dan radar. Data-link biasanya terdiri dari dua subsistem utama: Air Data Terminal (ADT bagian Data-link yang terletak pada air frame) dan Ground Data Terminal (GDT: peralatan di bumi (Gambar 2)). Data Payload juga dapat diterima melalui penggunaan terminal pasif video jarak jauh (Gambar 3). Jika digunakan pada medan pertempuran sistem UAV mungkin menghadapi berbagai ancaman EW, termasuk mencari arah untuk menargetkan artileri di stasiun bumi, amunisi anti-radiasi (ARMS) untuk melindungi bagian GDT  di GCS, intersepsi dan eksploitasi, tipu daya dan kemacetan data-link. Hal ini sangat diharapkan bahwa Data-link memberikan perlindungan lebih terhadap ancaman ini semaksimal kemampuannya.
Tergantung pada misi dan sekenario, ketentuan-ketentuan yang diinginkan untuk data-link UAV dapat  diringkas sebagai berikut:
i. Ketersediaan Alokasi Frekuensi yang luas (Wordwide): Beroperasi pada frekuensi di semua lokasi yang menarik bagi user di masa damai dan juga tersedia selama masa perang.
ii. Ketahanan terhadap interferensi yang tidak disengaja: tetap mampu beroperasi meskipun sesekali ada sinyal RF (inband) yang mengganggu dari sistem lain.
iii. Probabilitas Intercept Rendah (LPI-Low Probability of Intercept): ini sangat dibutuhkan untuk up-link, karena GCS cenderung harus tetap diam untuk waktu yang lama sementara air frame bergerak di udara,  sehingga target untuk artileri atau homing rudal bisa tepat sasaran. 
LPI dapat diperoleh dengan teknik penyebaran frekuensi, kelincahan frekuensi, manajemen daya, sinyal low duty cycles dan menggunakan antena directional.
iv. Keamanan (security): mengetahui jika sinyal dicegat (disadap) karena sinyal encoding.
Secara umum, tampak bahwa faktor keamanan adalah kurang mendapat perhatian di bagian data-link UAV. Tetapi, beberapa misi intelijen bisa memanfaatkan persyaratan security ini.
v. Resistensi terhadap Jamming: tetap berhasil beroperasi meskipun ada upaya sengaja untuk mengganngu jalur up-link dan/atau down-link. Prioritas keseluruhan kemampuan anti-jam tergantung pada  ancaman bahwa UAV diharapkan masih mampu menyelesaikan misi dengan dapat mentolerir adanya jamming.
vi. Resistensi terhadap Tipu daya (Deception):  dapat menolak sinyal perintah (command) oleh musuh yang mengirim perintah ke air frame atau informasi untuk tipu daya ke GDT di GCS.

Gambar 1. Contoh System uav


Gambar 2. Contoh GCS, GDT dan Payload

Gambar 3. Contoh Terminal remote video


Gambar 4. Contoh Konsep misi uav
Tipu Daya pada up-link akan memungkinkan musuh untuk menguasai air frame dan bisa mematahkannya, menggunakan untuk menyerang balik, atau menjinakkan dari misinya. Proses penipuan dari sisi up-link hanya butuh air frame dapat menerima satu perintah bencana (misalnya mesin berhenti, mengalihkan frekuensi data-link, merubah ketinggian menjadi lebih rendah, dll). Penipuan di sisi downlink adalah lebih rumit, karena operator cenderung dapat mengenalinya. Resistensi terhadap penipuan dapat disediakan oleh kode otentikasi dan oleh beberapa teknik yang  memberikan ketahanan terhadap jamming, seperti transmisi spread-spectrum menggunakan kode pengaman.
Keterbatasan jarak Line-of-Sight, posisi relatif air frame / GCS, ketersediaan link, karakteristik data, EW dan persyaratan lingkungan instalasi merupakan karakteristik utama untuk menentukan link data untuk sistem UAV. Data link dapat dilakukan dengan hub / penyebaran situs utama dan pemanfaatan relay ( bagian ground, airborne dan satellite) (Gambar 3). Biaya operasional, misi, daerah penyebaran dan karakteristik di atas adalah parameter penting untuk memilih cara memperluas radius misi. Karena user tidak pernah menginginkan kehilangan link antara air frame dan GCS  selama operasi real time, baik data telemetri maupun link video harus selalu prima.
Karena interaksi antara link-data dan seluruh sistem UAV adalah kompleks dan beragam, desain antara keduanya  harus dilakukan di awal proses perancangan sistem secara keseluruhan. Hal ini memungkinkan pemisahan beban antara pengolahan data-link di udara dan di bumi, menentukan persyaratan misi, dan melakukan pelatihan operator.
3. PERSYARATAN UMUM SISTEM UAV DAN REKOMENDASI 
3.1 Keandalan (reliability), perawatan (maintainability), Ketersediaan (avaibility)
a. Keandalan system (system reliability)  adalah parameter yang sangat penting dan merupakan akibat langsung dari kematangan perancangan sistem perangkat keras dan perangkat lunak. Kegagalan perangkat keras dan bug perangkat lunak umumnya pada tahap pengembangan sistem dan efek langsung dari kehandalan sistem. Di antara keseluruhan sistem UAV, mesin dan perangkat lunak dianggap hal yang paling penting. Keandalan ini sangat penting untuk sistem UAV yang lebih besar dan lebih mahal yang dapat membawa banyak payload untuk durasi yang panjang.
b. Keandalan Misi (Mission Reliability) didefinisikan sebagai probabilitas bahwa sistem UAV akan melakukan kegagalan selama semua tahap dari misi yang ditetapkan, termasuk pra-penerbangan, take-off, cruise-out, operasi payload, operasi data link, cruiseback dan pendaratan (landing). Kebanyakan kecelakaan terjadi selama fase pendaratan, dan metode otomatis pendaratan menjadi lebih umum untuk mengurangi kesalahan manusia dan masalah-masalah yang berhubungan dengan cuaca. Icing (situasi bersalju) adalah masalah umum yang akan mempengaruhi keandalan misi.
c. Mudah Perawatannya (Maintainabilitv) adalah kemampuan sistem untuk dipertahankan atau dikembalikan ke kondisi operasi setelah pemeliharaan dilakukan oleh personel yang memiliki ketrampilan yang telah ditetapkan sesuai dengan  prosedur yang ditentukan dan di setiap tingkat ditentukan pemeliharaan dan perbaikan sesuai sumber daya yang ada. Waktu rata-rata Untuk Perbaikan (MTIX-Mean Time To Repair) atau pemeliharaan langsung orang-jam per jam penerbangan (DMMI-WH- direct maintenance man-hours per flight hour) sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pemeliharaan sistem.
d. Ketersediaan Operasional (Avaibility Operational)  adalah probabilitas bahwa suatu sistem beroperasi dan siap untuk melaksanakan misi yang dimaksudkan pada waktu tertentu di lingkungan operasional yang ditentukan. Hal ini didasarkan pada faktor-faktor kehandalan dan kemudahan perawatan desain dan pemeliharaan ( secara preventif dan korektif), pasokan sumber daya (logistik) dan waktu yang dibutuhkan pada proses administrasi.
 3.2 Mobilitas (mobility), Mudah transportasinya (Transportability), Deployability
 Mobility (mobilitas), Transportability (transportabilitas) dan deployability sistem UAV sebagian besar ditentukan oleh persyaratan existing operasional dan infrastruktur yang tersedia.
a. Mobility adalah kemampuan sistem untuk mampu dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, sementara uav tetap mempertahankan kemampuan untuk memenuhi misi utamanya.
b.Transportability adalah kemampuan sistem dapat dipindahkan menggunakan sarana transportasi, propulsi diri atau operator (lewat jalan raya, kereta api, sungai, dan lewat udara).
c. Persyaratan  deployability didefinisikan dalam hal batas numerik (misalnya dua pesawat uav). Batas-batas harus berhubungan dengan transportasi yang spesifik yang mana jumlah barang lebih dari jarak tertentu untuk jangka waktu penyebaran tertentu (yang mendefinisikan suku cadang dan perlengkapan yang dibutuhkan) (5). Sebuah sistem UAV taktis biasanya membutuhkan mobilitas dan transportability yang lebih banyak daripada sistem UAV besar yang akan beroperasi dari pangkalan yang sama untuk jangka waktu yang lama. Kebutuhan mobilitas untuk sistem taktis tidak memerlukan sistem runway (landasan pacu). Solusinyamungkin dengan mendesain sistem pacu pendek (Short Take-off) dan operasi Landing (STOL) dari landasan pacu yang  tidak siap, meluncurkan dengan cara  melontarkan atau menggunakan air frame VTOL.
 3.3 Keberlanjutan (Sustainability)
Operasional Keberlanjutan adalah kemampuan untuk mempertahankan ke tingkat  kebutuhan yang diperlukan dan durasi aktivitas operasi untuk mencapai tujuan misi (misal misi surveillance atau misi militer). Fungsi ini harus bisa menyediakan dan mempertahankan level kesiapan pasukan (jika dipakai dalam misi militer) meliputi material dan bahan habis pakai yang diperlukan (4). Sistem UAV harus mampu  menyelesaikan sebuah operasi yang berkelanjutan dari durasi waktu yang ditentukan selama beroperasi tanpa pasokan atau dukungan lagi dari personil lainnya, agar memiliki tingkat ketersediaan yang tinggi. Ini terutama penting bagi UAV taktis dengan  sistem mobilitas tinggi.
 3.4  Kondisi Lingkungan dan Efek elektromagnetik
Desain sistem UAV harus memungkinkan mampu beroperasi, disimpanan dan terdapat dukungan transportasi di lingkungan operasional yang ditetapkan oleh user. Kondisi lingkungan biasanya menyangkut kondisi suhu,  kelembaban, curah hujan,  kecepatan angin, debu, radiasi matahari dan icing (salju).  Terdapat spesifikasi persyaratan secara terpisah yang biasanya dibutuhkan untuk setiap mode; seperti pengoperasian, penyimpanan dan transportasi. Tindakan harus diambil untuk masalah kecepatan angin jika uji penerbangan dilakukan di pantai, tetapi dampaknya pada biaya dan kinerja yang tidak boleh diabaikan (perlu dianalisis dan diperhitungkan). Efek elektromagnetik sangat penting untuk sistem UAV yang sangat bergantung pada sistem avionik dan data link  dalam melaksanakan misinya. Untuk pengembangan lebih lanjut diperlukan analisis dan pemodelan EMI (Electronic Mangnetic Interference) yang sangat mempengaruhi sistem avionic UAV.
3.5 Ketahanan hidup (Surviveability) dan Kerentanan (Vulnerability)
Sangat penting  untuk UAV terutama untuk pendeteksian operasi di daerah yang bermusuhan. Biasanya diperlukan alat-alat pendeteksi berikut:
- Kamera kecil secara visual untuk mengintai
- Radar Penampang Kecil
- Emisi elektronik Kecil
- Emisi akustik Kecil
3.6. Safety (Keselamatan)
Langkah-langkah keselamatan harus diambil agar tidak mengalami kendala yang berbahaya yang tidak diinginkan. Risiko cedera personil atau kerusakan material sistem perangkat keras, perangkat lunak, prosedur  atau  lingkungan yang berbahaya harus diperhitungkan  pada tingkat yang dapat diterima. Sistem penetapan mode darurat dan sistem terminasi (pemberhentian) penerbangan
dapat meningkatkan keselamatan operasional.
Namun, UAV yang lebih besar mungkin memiliki keterbatasan ruang dan berat untuk sistem terminasi, dan karena itu harus memiliki  tingkat kehandalan yang lebih baik. Menggunakan relay komunikasi antara GCS dan Air Traffic Control (ATC) adalah solusi yang baik untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas udara.
3.7 Kemampuan Pertukaran (Interchangeability) dan Sistem Modular (Modularity)
                Pertukaran hanya berarti jika semua bagian yang memiliki nomor produksi yang sama itu secara  langsung dapat dipertukarkan satu sama lain pada airframe satu dengan lainnya yang bertipe sama, tanpa perubahan apapun. Konsep yang optimal bagi user sistem UAV adalah jenis modular pada bagian  integrasi payload, tersedia instrumentasi khusus sebelum terintegrasi ke sistem keseluruhan payload UAV. Diharapkan integrasi ke airframe tinggal memasukkan ke ruang payload dan menghubungkan daya dan  kabel data. Interchangeable/modularity payload memungkinkan lebih  simple jika terjadi short mission (misi-misi jangka waktu pendek) pada uav di saat waktu-waktu kritis.
3.8. Potensi Perkembangan sistem
                Sistem UAV harus memfasilitasi upgrade  untuk mengakomodasi berbagai sensor di payload. Potensi perkembangan mendatang juga harus dipertimbangkan dalam wilayah berikut:
·         Extended payload range (rentang penambahan payload).
·         Kemampuan air frame terhadap penambahan berat, volume dan konsumsi daya .
·         Kemampuan air frame untuk antarmuka dengan suku cadang sistem avionik .
·         Kemampuan lebar frekwensi (bandwidth) Data-Link.
·         Kemampuan  GCS untuk mengoperasikan sistem payload mendatang.
·         Kemampuan resources (piranti) Komputer ( memori, waktu, dll) untuk mengoperasikan GCS
4. KESIMPULAN
Tuntutan penggunaan uav untuk aplikasi Intelligence, Reconnaissance, surveillance dan sistem akuisisi target sasaran telah menjadi tuntutan di zaman sekarang.  Air frame, data link, payload ground control station dan sub-sistem lainnya memerlukan keahlian teknologi masing-masing, sehingga dibutuhkan sumber daya manusia yang berkompeten di masing-masing bagian. Oleh karena itu desain sistem keseluruhan menjadi faktor penting dengan memperhitungkan desain semua sub-sistem. Hal ini akan mempengaruhi secara langsung terhadap misi operasi uav.
Dalam tulisan ini telah disampaikan saran-saran dan rekomendasi agar menjadi kriteria desain uav yang akan dilakukan oleh bidang Avionic Pustekbang LAPAN. 
 REFERENSI:
 [1].Options for Enhancing the DOD’s UAV Programs,CBO Paper, September 1998
 [2]. UAV Annual Report, DARO, November 1997
 [3]. Pre-Feasibility Study on UAV Systems Interoperability, NIAG SG-53, Feb. 1998
 [4].Introduction to UAV Systems, Paul G. Fahlstrom,Thomas J. Gleason
 [5]. Remotely Piloted Vehicles, Twelfth International Conference, Bristol, UK
 [6] Louise Barkhuus, System Requirements and Design, IS3 Lecture 4, October 13th 2006
 [7] Sami El Ferik, Design Requirements of a Newly Developed UAV as a Research Platform at KFUPM: Control, Telemetry, and Navigation Systems, King Fahd University of Petroleum and Minerals, Dhahran 31261, Saudi Arabia
 [8] 542-200 - Exhibit III, Revision A, Mars Global Surveyor Spacecraft Requirements, September 10, 1996,http://mars.jpl.nasa.gov/mgs/scsys/e3/
[9] Bernard C Rogers (MRAeS AMAPM), Design And Airworthiness Requirements For Military Unmanned Air Vehicle SystemS, ADRP2c, MOD UK, Defence Procurement Agency (DPA), 1999

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More